MENU

Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi

Oleh: Gunarwanto, chartered accountant dan analis kebijakan publik

Gunarwanto SERUJI.CO.ID – Mau jadi apa negeri ini jika korupsi terjadi di perguruan tinggi? Pertanyaan ini muncul ketika Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif di Pusat Edukasi Antikorupsi, Kuningan, Jakarta (15/5/2019), menyatakan bahwa KPK banyak menerima laporan tentang dugaan korupsi di perguruan tinggi (kampus).

Modusnya macam-macam, dari soal pungutan penerimaan mahasiswa baru di kampus negeri melalui jalur-jalur khusus, rekomendasi untuk mengambil kuliah spesialisasi, hingga soal pemilihan rektor yang rawan korupsi. Pelaku dugaan korupsi mulai dari guru besar, dosen, pejabat, dan staf pengelola.

Pernyataan itu mengagetkan sebab jika kampus sebagai lembaga yang sangat dihormati untuk mendidik generasi penerus bangsa sudah dijangkiti korupsi, maka dikuatirkan akan gagal juga generasi yang dididiknya. Bak pepatah; guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Kita jadi sulit mendapatkan generasi muda lulusan kampus yang bermental antikorupsi.

Menurut Laode M Syarif, saat ini 68% pelaku korupsi merupakan lulusan perguruan tinggi. Makanya, perguruan tinggi harus bertanggungjawab atas kejahatan korupsi yang dilakukan lulusannya.

Korupsi di Indonesia memang sangat parah. Korupsi terjadi hampir di semua kegiatan, termasuk di kampus. BPK pernah mengungkapkan temuan pemeriksaan di perguruan tinggi, antara lain pengadaan barang/jasa fiktif, kekurangan volume pekerjaan, mark up, penggunaan barang untuk kepentingan pribadi, pembayaran honorarium dan perjalanan dinas ganda, serta kelemahan sistem pengendalian internal.

Kasus-kasus tersebut membuktikan bahwa kampus tidak bebas dari korupsi. Oleh karena itu, kampus harus bekerja keras untuk menanggulanginya. Tentu sangat menyedihkan jika kampus, sebagai “kawah candradimuka” pembentukan agen-agen pembangunan, justru mengelola kegiatan dengan cara yang jauh dari nilai-nilai kebaikan yang diajarkannya.

Budaya antikorupsi

Diperlukan peran aktif semua pihak untuk melawan korupsi di kampus. Wali amanat, pimpinan dan pengurus perguruan tinggi, guru besar, dosen, para pegawai, dan terutama para mahasiswa harus bangkit kesadarannya untuk memerangi korupsi. Dunia kampus harus mampu mencetak generasi yang sadar terhadap bahaya kejahatan korupsi dengan membangun budaya antikorupsi di kampus.

Para mahasiswa harus dididik untuk berperan aktif sebagai motor perubahan dalam gerakan antikorupsi di lingkungan kampus dan masyarakat. Jika mereka bisa mendorong kampus bebas dari praktik korupsi, maka mereka sejak awal akan memiliki pemahaman tentang korupsi dan bagaimana cara memeranginya. Harapannya, mereka bisa menjadi agen dalam upaya mencegah dan memberantas korupsi.

Kekuatan intelektual dunia kampus bisa berperan banyak dalam mencetak sumber daya manusia yang tangguh melawan korupsi.

Upaya penanaman kesadaran dan pemahaman bahaya korupsi kepada para mahasiswa bisa dilakukan dengan banyak cara. Misalnya melalui kegiatan sosialisasi, kampanye, seminar, warung kejujuran, riset, debat, dan terutama menjadi mata kuliah wajib. Melalui mata kuliah antikorupsi, penanaman nilai antikorupsi bisa diberikan secara sistematis kepada para mahasiswa.

Dunia akademik di kampus juga harus mengembangkan penelitian, ilmu pengetahuan, dan penulisan buku mengenai bahaya korupsi. Dengan cara ini, para mahasiswa akan memiliki pemahaman yang menyeluruh mengenai korupsi dan upaya penanggulangannya. Mahasiswa akan menyadari bahwa korupsi dapat membuat bangkrut suatu negara, korupsi dapat memiskinkan penduduk, mengakibatkan kelaparan, dan kebodohan massal penduduk suatu negara.

Melalui pendidikan seperti itu, kita bisa mengharapkan setelah mereka lulus kuliah dan terjun ke masyarakat dengan perannya masing-masing, mereka tidak akan melakukan korupsi dan bahkan mengambil peran untuk menanggulangi jika menemukan korupsi. Ini adalah tujuan jangka panjang mengenai pentingnya pendidikan antikorupsi kepada para mahasiswa. Ke depan jika hal tersebut berjalan dengan baik, maka kita bisa berharap tidak ada lagi menteri, kepala daerah, direktur BUMN, pejabat, dan pihak swasta yang terlibat korupsi.

Kampus sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan juga harus menggali pengetahuan baru di bidang pengelolaan keuangan negara. Termasuk pengembangan akuntansi dan audit sesuai dengan perkembangan praktik terbaik di dunia internasional. Melalui pengembangan akuntansi dan audit yang bisa diterapkan dengan baik, didukung dengan kemajuan teknologi informasi, diharapkan pengelolaan keuangan negara bisa makin baik, lebih transparan, lebih kuat sistem pengendalian internalnya, dan oleh karenanya dapat menutup peluang terjadinya korupsi.

Pengelola keuangan negara

Terkait dengan praktik korupsi yang masih terjadi di perguruan tinggi, harus ada upaya untuk menanggulangi. Prinsipnya, setiap rupiah uang negara yang dikeluarkan dari kas perguruan tinggi dan yang diterima harus dipertanggungjawabkan, baik secara formal maupun material. Secara formal artinya melalui prosedur pertanggungjawaban yang berlaku, benar-benar dicatat dan dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban keuangan. Sedang secara material berarti uang tersebut benar-benar dipergunakan dan memberikan manfaat sesuai dengan tujuan peruntukannya.

Sebagai pengelola keuangan negara, baik kampus negeri dan swasta yang menerima dana dari APBN, harus berhati-hati dan terus meningkatkan sistem pengendalian internalnya. Tujuannya agar uang negara tersebut dikelola secara benar mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawabannya. Pimpinan kampus harus membuat sistem yang baik demi terciptanya pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel. Pimpinan kampus harus bertanggung jawab mengendalikan kegiatan supaya tidak terjadi tindak kecurangan.

Selain itu, pimpinan perguruan tinggi harus memiliki pengelola keuangan negara yang secara khusus dididik dan dilatih. Janganlah seorang profesor, doktor, atau dosen yang tidak menguasai bidang keuangan diminta menjadi pengelola keuangan. Sudah pasti akan kewalahan dan banyak kelemahan dalam pengelolaannya.

Demikian juga dalam kegiatan penelitian atau kegiatan kampus lainnya, janganlah dosen yang bertanggungjawab melakukan penelitian juga harus mengurus dan membuat pertanggungjawaban keuangannya sendiri. Seharusnya dalam suatu tim penelitian ada orang yang terlatih dan berpengalaman di bidang keuangan yang ditugaskan untuk membantu membuat pertanggungjawabannya.

Selama ini sering muncul keluhan, banyak dosen yang lebih sibuk mengurus pertanggungjawaban keuangan daripada menyelesaikan hasil penelitian. Akibatnya, penelitian tidak selesai, atau selesai namun tidak maksimal hasilnya, ditambah kalau apes terjerat kasus korupsi, gara-gara ketidaktahuan dalam mengurus pertanggungjawabannya. Kondisi seperti ini harus diakhiri melalui peningkatan kualitas pengelolaan keuangan negara dan dalam konteks yang lebih luas meningkatkan pendidikan antikorupsi di kampus.

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER