SCROLL KE ATAS UNTUK BACA BERITA

MENU

Wartawan Dalam Lingkaran Elite Kekuasaan

Oleh: Budi Setiawanto

Wartawan memang boleh menjalin hubungan dengan kalangan elite yang menjadi narasumbernya tetapi tetap atas dasar hubungan profesi bukan hubungan pribadi yang menyebabkan konflik kepentingan.

Setya Novanto sempat dikabarkan “menghilang” setelah sejumlah penyidik KPK melakukan upaya penangkapan dengan mendatangi rumahnya pada Rabu (15/11) malam tetapi sehari kemudian pada Kamis (16/11) malam dikabarkan mengalami kecelakaan bersama Hilman dalam mobil yang dikendarai Hilman. Hal ini saja bisa membawa konsekuensi hukum bagi wartawan.

Wartawan tampaknya perlu mengingat-ingat kembali pesan Mochtar Lubis yang dikenal sebagai Wartawan Jihad Indonesia. Ia menjadi simbol wartawan pemberani karena benar, menjunjung kebebasan dan hak asasi manusia, serta antiamplop, meskipun semua kalangan elite mengenal dia.

Sepanjang masa tugasnya sebagai wartawan, Mochtar Lubis terakhir menjabat Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Harian Indonesia Raya yang enam kali dibreidel rezim Orde Lama yang bahkan menahan dia dan sejumlah rekan-rekannya dan sekali dibreidel pada masa Orde Baru hingga tak terbit lagi sampai kini bisa menjadi inspirasi bahwa dekat dengan kalangan elite bukan berarti “menjual” harkat dan martabat wartawan.

Nama Mochtar Lubis pun dipakai sebagai penganugerahan dan penghargaan bagi karya jurnalis, yakni Mochtar Lubis Award, untuk mengenang salah satu tokoh pers yang lahir pada tahun 1922 dan wafat 2004 itu.

Penghargaan-penghargaan semacam itulah, atau Piala Adinegoro, Pulitzer Prize, bahkan Hadiah Nobel yang semestinya menjadi capaian tertinggi karya wartawan, bukan sekadar jago lobi, apalagi lobi yang hanya menjerumuskan wartawan bertentangan dengan kode etik.

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

spot_img

TERPOPULER