SCROLL KE ATAS UNTUK BACA BERITA

MENU

Soal Publikasi Reuni 212: Kebebasan Pers di Era Media Sosial

Oleh: Denny JA

Media massa itu bukan hanya “tukang catat” dan “tukang rekam” peristiwa. Media massa juga tumbuh dengan subyektivitas nilai para pendiri dan jurnalis utama. Tak terhindari, media besar, bahkan akun pribadi memiliki bias.

Riset soal media di Amerika Serikat yang dilakukan Rating Allside, 2017, misalnya, menggambarkan spektrum itu. Jika spektrum liberal hingga konservatif sebagai bias nilai media di AS, maka New York Times dan Washington Post ada di posisi liberal. Bahkan Huffington Post dan Mother Jones ada di ujung kiri liberal yang lebih ekstem.

BBC, USA Today, dan Wall Street Journal ada di centris (tengah). Dan di ujung kanan (konservatif) ada FOX News. Yang lebih kanan ekstrem lagi ada The Blaze dan Drudge Report.

Tentu saja kebijakan redaksi dalam merespon peristiwa apapun akan menyertakan bias dan subyektivitas “ideologi”. Itu hal yang biasa saja.

Hal yang lumrah pula jika banyak media besar di Indonesia memihak pada keberagaman dan Pancasila. Mereka tidak ingin, misalnya, paham NKRI Bersyariah tumbuh berkembang. Mereka mungkin juga tak nyaman memberitakan peristiwa yang mengkampanyekan capres Prabowo dalam pidato utama.

Media sepenuhnya dijamin konstitusi untuk bebas merespon, bahkan untuk tidak mempublikasikannya. Tak ada hukum nasional yang dilanggar. Tak ada prinsip Hak Asasi yang dikebiri karena media tak memberitakannya.

Ini hanyalah pola aksi dan reaksi biasa dalam politik demokrasi. Jika sebuah peristiwa sudah sarat nilai dan politis, ia segera pula mendapatkan respon yang sarat nilai dan politis juga. Ibarat kita ingin makan nangka, wajar saja dan jangan protes jika tangan terkena getahnya.

Dengan tidak memberitakan atau memberitakannya dengan porsi yang kecil saja, media menyatakan sikapnya, yang sarat nilai dan punya pesan politik.

Kitapun memahami, selama Reuni 212 oleh pemukanya diarahkan menuju NKRI Bersyariah, selama itu pula, mayoritas media besar, yang berkomitmen keras dengan Pancasila saja akan absen memberitakannya. Kita menyebutnya kebebasan pers.*

Desember 2018

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

spot_img

TERPOPULER