Tataran Elite
Yang menarik pula untuk dicermati adalah adanya ketidaksinkronan antara situasi yang ada di kalangan elite politik yang tercermin melalui berbagai liputan media dengan kondisi riil yang ada di akar rumput.
Dalam skala kumpul-kumpul kecil atau bahkan kerumunan yang cukup besar di berbagai wilayah, hingga saat ini bahkan mereka hampir tidak pernah bicara tentang pilkada, bahkan ketika di wilayahnya akan ada pilkada.
Oleh karena itu, sebaiknya para parpol serta gabungan parpol ataupun calon perorangan (bila ada) perlu segera memastikan kandidatnya, dan bersama dengan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) segera melakukan sosialisasi. Dengan demikian, rakyat di wilayahnya masing-masing akan segera memperoleh kepastian. Pasalnya, dari sisi etika komunikasi, sebenarnya cara menggantung atau saling intip dan menyembunyikan calon, akan membuat rakyat bingung. Hal ini tidak etis.
Hal lain yang saat ini mengemuka, baik pada wilayah yang telah ada penetapan bakal calon maupun yang baru saling menjajaki, hampir kurang terdengar program kerja apa yang kelak akan dilakukan serta bagaimana rekam jejak dari masing-masing bakal calon, selain si calon berasal dari kalangan apa, didukung oleh siapa, dan sejenisnya.
Model dukungan yang lebih bersifat tradisional paternalistik semacam itu saat ini sudah tidak tepat. Model semacam itu, jelas tidak akan mencerdaskan rakyat. Justru rakyat yang makin cerdas, akan mampu menilai mana parpol serta kandidat yang kelihatan prestasi serta kesungguhannya dalam bekerja, dan mana yang hanya pandai berbicara dan berjanji.
Melihat kenyataan itu, proses komunikasi, dialog maupun kompromi yang terjadi, sebaiknya didasarkan pada perhitungan kemampuan kandidatnya bila kelak terpilih, bukan karena perhitungan tahun 2019, apalagi nuansa adigang adigung adiguna (mengandalkan kekuatan, kekuasaan, dan kepandaian).
Ketika beberapa parpol telah melakukan sekolah politik, termasuk bagaimana menjadi pimpinan daerah yang baik, akan sangat naif bila apa yang telah dilakukannya, termasuk mungkin kandidat yang pernah dicalonkannya dan akhirnya terpilih, mengingkari apa yang telah diperolehnya melalui sekolah politik partai tersebut karena semata mengejar jabatan yang lebih tinggi.
Tantangan ke depan yang makin kompleks, terlebih pada era global dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi. Maka, apa pun yang pernah mereka lakukan, janjikan, dan selanjutnya kerjakan setelah terpilih kelak, tidak mungkin dilupakan rakyat. Apa yang dijanjikan dan ternyata tidak dilaksanakan, tidak mungkin disembunyikan melalui dalih apa pun.
Hasil survei beberapa pejabat, baik di daerah maupun di pusat, yang terilis akhir-akhir ini setidaknya menunjukkan hal tersebut. Oleh karena itu, meski komunikasi, dialog, saling berhitung, bahkan akhirnya kompromi, harus selalu didasarkan atas kepentingan rakyat di wilayahnya ke depan, bukan kepentingan parpol ataupun kelompok parpol. Bila diingkari, pada akhirnya rakyatlah yang akan menghakiminya kelak. Hal itu sudah terbukti.
*) Penulis adalah dosen dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang.