Kemudian ia juga mengkritik pandangan hakim yang menyatakan alat bukti untuk suatu perkara tidak boleh digunakan untuk membuktikan perkara yang lain lagi.
“Sikap hakim yang menyatakan alat bukti tidak boleh digunakan untuk perkara lain merupakan kesesatan berpikir karena hukum acara bersifat logis sistematis,” ujarnya.
Ia menyatakan suatu alat bukti dapat digunakan untuk kasus yang lain sepanjang berasal dari sprindik atau surat perintah penyidikan yang sama.
Pada sisi lain ia juga mengkritik pendapat hakim yang menyatakan penetapan tersangka harus dilakukan pada akhir penyidikan karena tidak satu pun manusia yang tahu kapan penyidikan akan berakhir.
“Kalau tersangka telah ditemukan dan ditetapkan pada umumnya penyidikan akan berakhir karena tujuan penyidikan adalah menemukan tersangka, oleh sebab itu penetapan tersangka tidak mesti diakhir karena tidak ada periodesasi penyidikan mana yang awal, tengah dan akhir,” kata dia.
Selanjutnya ia juga menilai hakim menggunakan terminologi yang unik dalam gugatan ini yaitu calon tersangka, padahal dalam proses hukum pidana tidak dikenal istilah itu.
“Kalau pun penyidik mampu membayangkan seseorang berpotensi jadi tersangka ia tetap tidak boleh disebut sebagai calon tersangka karena terjadi kesesatan berpikir seakan-akan seseorang ditargetkan jadi tersangka dan ini bertentangan dengan prinsip independensi penyidik,” ujar dia.
Terkait dengan diajukannya kembali praperadilan ia menilai jika kembali diterima hakim berarti KPK jatuh ke dalam lubang yang sama sebanyak dua kali.
“Namun saya yakin KPK sudah memelajari putusan yang dikeluarkan hakim Cepi,” katanya.
Sementara Guru Besar Hukum Pidana Unand Prof Elwi Danil mengatakan jika pada praperadilan yang kedua Setya Novanto gugatan Setya Novanto kembali diterima hakim, maka KPK dapat kembali menerbitkan kembali statusnya sebagai tersangka walaupun hal ini bisa menimbulkan ketidakpastian hukum.
“Memang manuver seperti ini menghabiskan energi bangsa karena pada akhirnya akan ditetapkan lagi tersangka,” ujar dia.
Akan tetapi ia berpesan hal ini bisa menjadi catatan dalam politik hukum pidana ke depan.
Di sisi lain penegak hukum baik polisi, jaksa hingga KPK harus lebih detail dan teliti dalam menetapkan status tersangka seseorang agar tidak mudah dibatalkan oleh proses praperadilan.