Fenomena praperadilan menjadi tren setelah Hakim Sarpin Rizaldi menerima permohonan praperadilan Budi Gunawan yang seolah-olah menjadi titik balik praperadilan para tersangka korupsi di KPK.
Praktisi hukum Sudi Prayitno menilai praperadilan merupakan salah satu bentuk perlawanan balik pelaku korupsi yang prosedural dan diakomodasi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP).
“Praperadilan terbukti cukup ampuh untuk menghambat hingga menghentikan penyidikan perkara yang ditangani oleh KPK,” ujarnya.
Ia melihat meski praperadilan yang dikabulkan hakim sedikit dibandingkan yang ditolak namun dampaknya luar biasa karena yang menang adalah para tokoh penting di Tanah Air.
Menurutnya yang perlu menjadi pertanyaan adalah apakah hakim praperadilan berwenang membatalkan status seseorang yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Kalau dibaca dalam pasal 77 KUHAP hanya diberikan kewenangan pada hakim praperadilan untuk menyatakan sah atau tidak sah,” ujarnya.
Ia mengatakan dalam pasal itu secara implisit menyatakan kewenangan hakim hanya menyatakan sah atau tidak sahnya penetapan status seseorang sebagai tersangka.
Sementara Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia Gandjar Laksmana Bonaprata, MH menilai hakim yang menangani gugatan praperadilan Setya Novanto telah melampaui kewenangan, dengan mengabulkan sebagian gugatan praperadilan yang diajukan Ketua Partai Golkar tersebut.
“Dalam putusannya hakim yang menangani gugatan praperadilan Novanto minta penyidikan dihentikan, ini merupakan perbuatan melawan hukum karena konteksnya telah melampaui kewenangannya,” kata dia.
Menurut Gandjar dalam gugatan praperadilan tersebut hakim juga tidak berwenang menguji validitas alat bukti penetapan Setya Novanto sebagai tersangka.
“Bahwa alat bukti itu bisa menunjukkan seseorang melakukan suatu tindakan pidana atau tidak merupakan materi pokok perkara,” katanya.
Ia mengatakan yang penting dilakukan adalah ketika penyidik menyampaikan punya alat bukti keterangan saksi maka penyidik punya bukti meminta keterangan seseorang sebagai saksi.
“Seandainya penyidik punya alat bukti berupa surat maka cukup dibuktikan dengan pernah melakukan pemeriksaan atau penggeledahan dan menyita,” ujarnya.