Pada April 2015 Mahkamah Konstitusi juga mengeluarkan putusan yang memperluas kewenangan praperadilan menjadi memeriksa dan memutus sah atau tidaknya upaya paksa penangkapan dan penahanan, serta memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan, penyitaan, penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan.
Berdasarkan data yang dihimpun sejak 2011 terdapat sekitar 57 kasus korupsi yang perkaranya diajukan ke praperadilan dan enam kasus di antaranya dikabulkan oleh hakim.
Enam kasus tersebut antara lain dugaan korupsi rehabilitasi dan instalasi PDAM Makassar dengan tersangka Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajudin, dugaan penerimaan gratifikasi dengan tersangka Budi Gunawan dan dugaan korupsi pajak BCA dengan tersangka mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo.
Kemudian dugaan korupsi dana pendidikan luar sekolah dengan tersangka Marthen Dira Tome, dugaan korupsi sejumlah proyek di Nganjuk dengan tersangka Bupati Nganjuk Taufiqurahman dan yang teranyar dugaan korupsi KTP Elektronik dengan tersangka Ketua DPR Setya Novanto.
Dalam gugatan praperadilan Setya Novanto hakim tunggal Cepi Iskandar yang menangani perkara itu mengabulkan sebagian permohonan dengan alasan alat bukti untuk tersangka sebelumnya tidak dapat digunakan bagi tersangka lain jika tidak dilakukan pengumpulan bukti baru sesuai prosedur hukum acara pidana.
Hakim menilai alat bukti yang berasal dari penyidikan terhadap mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto yang telah divonis bersalah tidak bisa serta merta digunakan dalam perkara Setya Novanto.
Lebih lanjut hakim praperadilan juga menilai penetapan tersangka seharusnya menjadi akhir dari proses penyidikan dan bukan di awal.
Hakim juga menyatakan dalam menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka tidak terdapat cukup dua alat bukti yang sah.
Usai praperadilannya dikabulkan oleh hakim, KPK kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus yang sama dengan sebelumnya, dugaan korupsi proyek penerapan KTP elektronik 2011-2012.
Namun lagi-lagi Setya Novanto mengajukan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka untuk kedua kalinya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Tentu saja praperadilan yang kedua ini ditunggu-tunggu oleh publik untuk memastikan nasib ketua umum Partai Golkar tersebut apakah kembali bisa lolos atau malah kandas di tangan palu hakim.