MENU

Diskursus Jernih DAS Citarum

Oleh: Nico Andrianto, Alumnus Program Master of Policy and Governance, Crawford School of Public Policy, The Australian National University, Australia.

SERUJI.CO.ID – Sehari pasca debat Pilpres bertema lingkungan hidup dimana salah satu Capres menyebut program Citarum Harum, diskursus jernih tentang Citarum mengalir dari kantor BPK (18 Februari 2019), dengan diadakannya Seminar Nasional “Membedah Citarum dari Hulu Hingga ke Jakarta”.

Hasil pemeriksaan kinerja BPK menjadi pijakan bagi seminas nasional tersebut. Melalui seminar ini, BPK ingin berperan memperbaiki sungai sepanjang 300 kilometer yang didapuk oleh Bank Dunia sebagai sungai terkotor di dunia tersebut.

Atmosfer Seminar Citarum lebih mirip acara ILC sebuah stasiun televisi. Bukan hanya karena Effendi Ghazali dan Tina Talisa memoderatori, tapi melibatkan multi-Stakeholders Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum.

Tampak hadir Kementerian LH dan Kehutanan, Gubernur DKI Jakarta, Sekda Provinsi Jawa Barat, Bupati/Walikota yang wilayahnya dialiri sungai Citarum, serta para Anggota dan auditor BPK, pengamat, jurnalis, akademisi, total sekitar 400 orang antusias memenuhi ruang Auditorium BPK, Jalan Gatot Subroto 31, Jakarta.

Ketahanan air menjadi salah satu agenda Prioritas Nawacita dalam RPJMN 2015-2019, dengan sasaran pengurangan lahan kritis dan penanganan DAS yang coba dikawal oleh auditor eksternal pemerintah.

Sungai Citarum adalah bagian dari 15 DAS prioritas seluas 5,5 juta hektar yang harus dipulihkan dari kondisi kritis beratnya melalui program perlindungan mata air dan pengurangan beban pencemaran. Citarum dan Waduk Jatiluhur adalah sumber 81 persen pasokan air baku bagi Jakarta. Semakin tercemar sungai Citarum, maka biaya pengolahan air baku menjadi air curah dan air minum akan semakin mahal.

BPK tidak bisa menutup mata dengan kondisi kritis Citarum akibat pencemaran dan kerusakan lingkungan yang berimbas pada kerugian besar di bidang kesehatan masyarakat, ekonomi, sosial dan ekosistem. Citarum dipilih menjadi obyek pemeriksaan karena merupakan sungai strategis nasional, sumber penghidupan bagi petani di lahan seluas 20 ribu hektar dan budidaya ikan di tiga waduk besar. Citarum juga sumber pembangkit listrik 1.900 MW untuk pasokan Jawa dan Bali.

Sebagai kesatuan ekosistem alami dari hulu ke hilir, BPK ingin memotret permasalahan Citarum secara komprehensif, tidak dibatasi yurisdiksi ataupun kewenangan masing-masing pihak, baik di Pusat maupun Daerah.

Sasaran pemeriksaan kinerja yang ingin menilai efektifitas upaya Pemerintah dalam pengelolaan dan pengendalian pencemaran DAS Citarum Tahun Anggaran 2016 sampai dengan Semester I 2018 tersebut, adalah, (1) perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi, (2) kecukupan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah, (3) mekanisme koordinasi antar instansi baik Pusat maupun Daerah.

Tiga kriteria utama disusun untuk menilai apakah kualitas air Citarum berada pada rentang kelas air yang ditetapkan; apakah upaya pemerintah dalam mengendalikan pencemaran pada DAS Citarum telah sesuai kewenangannya; dan apakah upaya pemerintah dalam memperbaiki kualitas DAS Citarum melalui rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) telah efektif.

Dalam suasana ilmiah sebuah seminar, data-data hasil pemeriksaan kinerja Sungai Citarum digelar. Mulai dari kondisi kritis daerah tangkapan air di hulu Citarum, hasil uji lab limbah peternakan dan rumah tangga di hulu sungai, hasil uji kualitas air di sepanjang badan sungai serta di sekitar daerah industri, kondisi sampah, sampai kualitas air baku di pompa air Kalimalang, DKI Jakarta.

Dari segi kualitas air, diketahui Citarum memburuk akibat pembuangan sampah dan limbah domestik serta industri tanpa pengolahan di sepanjang DAS yang tak terkendali. Data mengenai kadar bakteri ecoli, besi, pH, COD, dan kekeruhan sungai Citarum jauh diatas ambang batas yang ditetapkan Pemerintah.

Beberapa isu krusial mengemuka, seperti parahnya perubahan tutupan lahan di area hulu yang menyebabkan meningkatnya limpasan permukaan serta erosi lahan. Akibatnya adalah pendangkalan tubuh sungai dan fluktuasi debit air yang ekstrem antar musim yang sering menimbulkan banjir. Bahkan banjir Citarum ini dirasakan sejak di Kabupaten Bandung, seperti konfirmasi Tina Talisa yang menghabiskan remajanya di sana.

Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kelemahan-kelemahan pengendalian pencemaran Citarum, diantaranya belum terdapat perencanaan yang komprehensif dan terpadu serta terintegrasi dengan dokumen Renstra serta RPJMD masing-masing instansi yang terlibat. Pelaksanaan pengendalian pencemaran DAS Citarum, baik melalui program Citarum Harum maupun yang dilaksanakan masing-masing instansi ternyata belum didukung rencana aksi yang terintegrasi, serta sasaran yang ingin dicapai serta indikator keberhasilannya.

Pemerintah Kabupaten/Kota di sepanjang DAS Citarum juga belum dilibatkan dalam struktur organisasi Citarum Harum. Selain itu, penganggaran kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) belum mengarah pada pemulihan lahan kritis.

Anggota IV BPK menyampaikan bahwa menurut pakar lingkungan kesalahan pengelolaan Sungai Citarum dimulai dari hulu. Tidak terdapat penanaman vegetasi yang benar di daerah tangkapan air. Kegiatan usaha tani di hulu Citarum mengabaikan kaidah konservasi yang menyebabkan erosi. Oleh karena itu, menurutnya Citarum harus dibenahi mulai dari hulu.

Meskipun telah terdapat Perpres 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum, Satgas Citarum sebagai pelksananya menurut temuan BPK belum didukung sumber daya manusia yang memadai. Juga belum terdapat database untuk mengawasi industri yang mencemari Sungai Citarum. Belum terdapat kajian terkait jumlah maksimal keramba jaring apung yang seharusnya diperbolehkan, serta mekanisme inventarisasi jumlah ternak dan pemanfaatan limbah ternak di sepanjang DAS Citarum.

Lebih lanjut, sarana dan prasarana pengolahan limbah domestik dan sampah juga belum memadai. Hal ini diperparah oleh lemahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Akibatnya, kegiatan pengendalian pencemaran Citarum dinilai oleh BPK belum efektif menurunkan tingkat pencemaran.

Akhirnya seminar Citarum berhasil meningkatkan peran BPK dalam merilis isu-isu strategis ke tengah masyarakat, pers, komunitas akademis, serta pengamat. Hal ini akan memotivasi dialog yang sehat antar warga negara untuk mendorong tata kelola dan kebijakan publik yang lebih baik, khususnya terkait DAS Citarum.

Beberapa Bupati yang hadir mengatakan bahwa kondisi terkini di hulu Citarum sudah mulai berubah dengan adanya program budidaya tanaman yang lebih mampu menyimpan air dan mencegah erosi. Diperlukan bantuan APBN dan sumber pendanaan lain termasuk CSR untuk membangun dan memelihara sarana dan prasarana pengolah air limbah domestik.

Berita banjir kiriman yang melanda Jakarta beberapa hari terakhir menyadarkan kita bahwa penanganan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah kerja multi-stakeholders yang harus dikerjakan secara bersama, bersinergi dan berkolaborasi.

BPK merekomendasikan agar perencanaan pengendalian pencemaran Citarum dilakukan secara terpadu dan terkoordinir melibatkan seluruh pemangku kepentingan dari hulu ke hilir. Perlu dikuatkan kapasitas kelembagaan dan SDM, serta pelibatan seluruh masyarakat melalui penyuluhan dalam mengelola limbah domestik dan sampah rumah tangga. Juga penegakan hukum atas para pelaku pencemaran, dan monitoring ketat atas pengendalian pencemaran DAS Citarum yang hasilnya bisa digunakan untuk merumuskan perencanaan kedepan.

Rasanya rekomendasi-rekomendasi BPK terkait pemeriksaan kinerja DAS Citarum ini mendesak untuk ditindaklanjuti oleh seluruh auditee.

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER