Pada kesempatan itu, Presiden Jokowi memang secara khusus meminta agar diskriminasi terhadap kelapa sawit di Uni Eropa segera dihentikan. Sejumlah sikap dan kebijakan yang dianggap merugikan kepentingan ekonomi dan merusak citra negara produsen sawit juga harus dihilangkan.
Sebab menurut Presiden Jokowi, isu kelapa sawit sangat dekat dengan upaya pengentasan kemiskinan, mempersempit gap pembangunan, serta pembangunan ekonomi yang inklusif.
Apalagi saat ini di Indonesia saja terdapat 17 juta orang yang hidupnya, baik langsung maupun tidak langsung, terkait dengan kelapa sawit, di mana 42 persen lahan perkebunan kelapa sawit dimiliki oleh petani kecil.
Dalam forum tersebut, Presiden juga menyampaikan bahwa Indonesia sangat paham akan pentingnya isu “sustainability”. Oleh karena itu, berbagai kebijakan terkait sustainability telah diambil, termasuk pemberlakuan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
Perjuangan Berlanjut Perjuangan Presiden Jokowi tak berhenti sampai di titik tersebut. Setiap ada peluang dan celah, tak sungkan-sungkan ia gunakan untuk memperjuangkan kepentingan petani sawit.
Pun ketika Perdana Menteri Denmark Lars Lokke Rasmussen datang ke Istana Bogor, pada Selasa, 28 November 2017, untuk melakukan pertemuan bilateral dengannya, Presiden Jokowi mengambil kesempatan tersebut untuk menyampaikan perhatian serius Indonesia terhadap tindakan diskriminatif dan kampanye hitam terhadap kelapa sawit yang masih terus berlangsung di Eropa.