Potret Penegakan Hukum di Indonesia.
Bercermin kepada praktek penegakan hukum di Indonesia beberapa tahun tarakhir, khususnya di era Rezim Pemerintahan saat ini, kita melihat banyaknya praktek penanganan kasus hukum oleh institusi penegakan hukum apakah di jajaran Kepolisian, Kejaksaan, KPK dan bahkan di Pengadilan mulai dari tingkat terendah sampai ke tingkat tertinggi Mahkamah Agung RI yang masih jauh dari apa yang diharapkan. Bahkan lembaga Peradilan Konstitusi yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) juga banyak yang menghasilkan Putusan-putusan MK yang dirasa jauh dari rasa keadilan.
Bila kita kilas balik wajah penegakan hukum yang dilakonkan para Aparatur Penegakan Hukum saat ini sungguh sangat memperihatinkan. Berbagai kasus Mega Korupsi yang diduga melibatkan tokoh-tokoh penting dan mempunyai kedekatan dengan Rezim Penguasa bahkan ada sebagian yang memang sedang menduduki jabatan penting dalam Rezim Kekuasaan seolah tak tersentuh hukum.
Bahkan lembaga Peradilan Konstitusi yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) juga banyak yang menghasilkan Putusan-putusan MK yang dirasa jauh dari rasa keadilan.
Sebut saja indikasi korupsi dalam kasus BLBI, Kasus Pengadaan Bus Trans Jakarta, Kasus Pengadaan Tanah Rumah Sakit Sumber Waras, Kasus Izin Reklamasi Pulau-pulau di Teluk Jakarta, Kasus Perizinan dan Pengembangan Proyek Meikarta. Bahkan terakhir muncul dan menguapnya kasus “buku merah” yang terkait dugaan korupsi impor daging, dalam hal mana pengusaha daging impor bernama Basuki Hariman diduga kuat telah memberikan sejumlah uang suap (gratifikasi) kepada beberapa petinggi pejabat penting di Republik ini.
Sementara itu kasus-kasus yang bernuansa politik banyak ditarik dan dipaksakan ke ranah hukum pidana, sehingga muncul istilah kriminalisasi, terutama yang menimpa para ulama, ustadz, aktivis dan tokoh-tokoh kritis yang dianggap berseberangan (oposan) terhadap Penguasa. Berbagai kasus dialamatkan kepada mereka, bahkan kasus pidana yang terkesan sengaja dicari-cari dan dipaksakan deliknya. Semua itu menambah suramnya wajah penegakan hukum yang ada.
Sementara itu ada kasus-kasus yang delik pidananya sudah terang dan nyata yang pelakukunya adalah pihak-pihak atau oknum-oknum yang termasuk dianggap pendukung Rezim Penguasa, padahal telah dilaporkan para korban secara resmi ke aparat penegak hukum (dhi Kepolisian) ternyata tidak mendapat respon dan penanganan yang benar secara hukum.
Semisal berbagai kasus kejahatan persekusi yang dialami para Ulama/Ustadz, tokoh, aktivis seperti: kejahatan persekusi yang dilakukan sekelompok orang terhadap Ust. KH. T. Zulkarnaen (Wasekjen MUI Pusat) di Bandara Sintang Kalimantan Barat. Para pelaku kejahatan persekusi dengan mudah masuk sampai ke areal Runway Bandara dan membawa berbagai senjata tajam dan mengeluarkan kata-kata ancaman terhadap sang Kiyai, namun sampai saat ini kasus tersebut menguap tanpa jelas rimbanya.
Demikian juga kasus kejahatan dan penghinaan yang dialami Ust. Abdul Somad ketika hendak melakukan tabligh Akbar di Bali pada 9 Desember 2017 yang lalu di Hotel Aston Bali tempat sang Ustadz menginap. Kasus tersebut telah dilaporkan ke Bareskrim Polri, namun nasibnya sama belum ada kejelasan ujung pangkalnya.
Demikian juga kasus kejahatan persekusi yang menimpa aktivis Fakhri Hamzah yang juga menjabat salah seorang Wakil Ketua DPR RI, Kasus Kejahatan persekusi yang menimpa aktivis dan ustazah Neno Warisman di Bandara kota Pekan Baru dan berbagai kasus persekusi dan ancaman kekerasan lainnya yang menimpa para aktivis dan tokoh yang dianggap berseberangan dengan Rezim Penguasa seolah dianggap tak perlu ditangani secara hukum. Sehingga para pelakunya bisa bebas tanpa ada tindakan dan proses hukum.
Sementara itu banyak oknum para pelaku yang nyata-nyata telah terindikasi dan patut diduga telah melakukan kejahatan apakah penghinaan/penistaan agama, ujaran kebencian seperti Viktor Liaskodat, Ade Armando, Abu Janda dan lain-lain semuanya seolah-olah tidak tersentuh hukum, dan menjadi merasa bebas melakukan perbuatan, padahal apa yang mereka lakukan jelas mengandung unsur kejahatan pidana.
Penutup
Bila dicermati proses penegakan hukum yang terjadi saat ini, memang sungguh sangat mengecewakan dan mengkhawatirkan. Hal ini sebenarnya sangat membahayakan terhadap eksistensi negara hukum yang kita bangun dan menjadi komitmen bagi kita semua.
Untuk itu hal yang paling penting saat ini adalah mengetuk kembali nurani Penguasa dan aparat penegak hukum agar kembali komit terhadap apa yang diamnahkan konstitusi dan para Pendiri Bangsa (Pounding Fathers) , sehingga praktek penegakan hukum dengan “Politik Belah Bambu” satu pihak diangkat (dilindungi) dan satu pihak lain dipijak (dizolimi) sudah saatnya diakhiri seiring dengan berakhirnya Tahun 2018 ini.