Pendapat saya sama dengan Mahkamah Agung sama bahwa Peraturan Tatib DPD masih berlaku walau sudah dinyatakan batal oleh MA dalam uji materiil.
Sebab Putusan MA dalam uji materiil itu tidak berlaku serta merta, melainkan harus dicabut lebih dulu oleh DPD atau telah lewat waktu 90 hari. Kalau belum dicabut atau belum lewat 90 hari, maka Peraturan Tatib DPD itu masih sah berlaku.
Ini bukan sekedar teori, tetapi dalam praktik seperti itulah yang berlaku. Peraturan yang dibatalkan MA masih berlaku selama belum dicabut atau terlampaui waktu 90 hari belum juga dicabut, maka peraturan itu otomatis tidak berlaku lagi.
Irman Putra Sidin berpendapat bahwa peraturan yang dibatalkan MA berlaku serta merta, dengan menganalogikannya dengan jenazah orang mati.
Peraturan sudah dinyatakan batal oleh MA. Soal mencabut atau lewat waktu 90 hari, kata Irman adalah ibarat kewajiban menguburkan jenazah orang mati tadi. Kalau tidak dikuburkan orangnya toh tetap sudah mati. Jika 90 hari tidak dikuburkan, jenazahnya busuk sendiri, kata Irman
Saya berpendapat qiyas atau analogi yang dibuat Irman itu tidak tepat.
Keputusan apakah seseorang itu tetap hidup atau sudah tiba ajalnya untuk mati adalah kewenangan Tuhan. Jika keputusan seseorang akan dimatikan, maka eksekusinya, dalam arti mencabut nyawa itu, adalah tugas malaikat Izrail selaku eksekutor pencabutan nyawa. Demikian, kalau kita pelajari dalam ajaran Islam.
Bahwa ketika nyawa sudah dicabut, dan orang itu sudah mati, maka urusan penguburan bukan lagi persoalan eksekusi, itu adalah urusan fardhu kifayah manusia, bukan lagi tugas Tuhan dan malaikat Izrail.
Jadi dalam kasus MK dan MA melakukan uji materil, MK yang memutus dan MK pula yang menjadi “eksekutor” karena putusannya berlaku serta merta.
MA beda dengan MK. MA hanya memutus, tetapi dia bukan eksekutor. Begitu perbandingannya.
Demikian penjelasan saya.
Salam.
EDITOR: Iwan Y
Negara memang seharusnya diserahkan pada ahlinya
Ini ahlinya tata negara