MENU

Gus Ulil: Al-Ghazali Sosok Sarjana Islam Ideal dengan Spirit Mencari Ilmu Tiada Henti

SURABAYA, SERUJI.CO.ID – Uli Abshar Abdallah atau yang akrab disapa Gus Ulil menyebut bahwa mendiskusikan Muhammad Al-Ghazali (Imam Al-Ghazali) beserta warisan intelektualnya sebagai hal tepat untuk membangun tradisi intelektual Islam yang ideal.

Karena Al-Ghazali, jelas Ulil, mencerminkan spirit pencarian ilmu pengetahuan dan tokoh visioner dalam menggabungkan tradisi keilmuan dalam dunia Islam. Hingga mampu mengantarkannya menemukan jalan kepastian tassawuf.

“Dan saya mencoba menghadirkan spiritualitas Al-Ghazali untuk anak muda jaman sekarang, menafsirkan dengan relevan dengan keadaan sekarang,” kata Ulil dalam paparannya di acara Kopdar Ngaji Kitab Ihya Ulumuddin, di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA), Jumat (23/3) malam.

Menurut Gus Ulil, ada beberapa hal yang menarik dari Al-Ghazali. Pertama, merupakan sosok ulama di jaman tradisi Islam klasik yang mempunyai roh dan spirit mencari ilmu tanpa henti.

”Jadi ada seorang sosok sarjana yang mengalami kegelisahan dan beliau mencatat kegelisahan dalam sebuah buku. Al-Ghazali ulama pertama yang menulis otobiografi intelektual. Ini satu-satunya ulama dalam tradisi klasik yang meninggalkan buku tentang perjalanan pemikirannya, ditulis sendiri dalam sebuah karya, namanya Al Munqidz Minad Dhalalah,” jelasnya.

Kedua, Imam Al-Ghazali merupakan seorang ulama yang mampu menggabungkan dua jenis tradisi pengetahuan besar dalam dunia Islam klasik.

“Yaitu ilmu tradisional sumbernya Quran dan Hadist, yang kedua ilmu-llmu rasional yang sumbernya dari hikmah. Al-Ghazali dikenal sebagai pengkritik filsafat, tapi beliau tidak pernah meninggalkan filsafat,” ujar menantu KH Kustafa Bisri (Gus Mus) ini.

Ihya Ulumuddin
Ulil Abshar Abdallah di acara Kopdar Ngaji Kitab Ihya Ulumuddin, di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA), Jumat (23/3/2018). (foto:Luh/SERUJI)

Sementara itu, Ketua Yayasan RSI Jemursari Mohammad Nuh berharap spirit mencari ilmu tiada henti dan kemampuan memadukan dua jenis tradisi keilmuan dunia Islam seperti yang dilakukan Al-Ghazali, dijadikan contoh.

“Jadi yang ingin kita bangun adalah tradisi dan budaya, ojo prei ngaji, kalau nggak mau ngaji; satu, sombong, dia mengira dia bisa segalanya. Kedua, dia tidak punya asupan keilmuan baru karena tidak mau belajar. Padahal ilmu itu terus berkembang,” kata mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini.

Senada dengan hal itu, Rektor UNUSA Prof. Achmad Jazidie menandaskan bahwa Ihya Ulumuddin mengajarkan tentang nilai-nilai Islam yang manjadi dasar pembentukan karakter dan akhlak manusia.

“Kegiatan ini bisa dipahami sebagai ikhtiar untuk mengajarkan, untuk mengembangkan, membiasakan tradisi ahlussunnah wal jama’ah an-nahdliyah. Ihya Ulumuddin kitab yang banyak mengajarkan tentang akhlak, kesantunan, budi pekerti luhur, berdasarkan nilai-nilai Islam,” tukas Jazidie. (Luh/Hrn)

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER