JAKARTA – Menyongsong 50 tahun ASEAN, setidaknya ada tiga isu utama yang akan menjadi perhatian Indonesia dalam rangkaian pertemuan tingkat menteri luar negeri di Kawasan ini yang dimulai akhir pekan di Manila, Filipina.
“Yang pertama adalah masalah terorisme. Kita akan tekankan ancaman nyata dari terorisme terhadap negara-negara ASEAN yang bukan lagi di depan mata tetapi sudah masuk di kawasan ini,” lata Juru Bicara Kemeterian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir dalam press briefing pekan lalu.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi setelah menghadiri pertemuan luar biasa komite eksekutif OKI di Istanbul, Turki, awal bulan ini, langsung terbang menuju Manila untuk menghadiri pertemuan tingkat menteri luar negeri ASEAN dalam rangkaian Forum Regional ASEAN yang digelar pada 4-8 Agustus di Manila.
Para menteri luar negeri dari 10 negara anggota ASEAN memulai rangkaian pertemuan pada Sabtu dan akan bertemu dengan 11 mitra wicara seperti Amerika, China, Australia, Rusia, Jepang dan Uni Eropa, pada Ahad (6/8).
“Intinya, Indonesia akan menyampaikan langkah-langkah yang telah diambil dalam upaya memerangi terorisme dan radikalisme di kawasan ini,” kata Arrmanatha.
Pada akhir bulan lalu, Indonesia menjadi tuan rumah Sub-Regional Meeting on Foreign Terrorist Fighters and Cross Border Terrorism di Manado yang hasilnya akan disampaikan oleh Menlu Retno pada pertemuan tingkat menteri di forum ASEAN.
Enam negara: Indonesia, Australia, Selandia Baru, Brunei Darussalam, Malaysia dan Filipina, bertemu di Manado dan membahas masalah ancaman terorisme terutama dari ISIS di Asia Tenggara dalam pertemuan yang merupakan hasil tindak lanjut pertemuan internasional penanggulangan terorisme dan KTT penanggulangan pendanaan terorisme di Bali tahun lalu.
Situasi keamanan di Filipina Selatan menjadi sorotan dalam pertemuan tersebut.
“Semua negara di Asia Tenggara sepakat untuk tidak mau wilayahnya dijadikan basis baru bagi ISIS,” ujar Menkopolhukam Wiranto.
Serangan kelompok teroris yang menyebabkan krisis di Kota Marawi, Filipina Selatan, pun menjadi masalah bersama hingga tiga negara yaitu Indonesia, Filipina dan Malaysia melakukan pertemuan trilateral sebagai bentuk solidaritas terhadap masalah yang dihadapi di Filipina pada Juni lalu.
Ketiga negara tersebut menegaskan kembali komitmen bersama mereka untuk menangai terorisme dan kejahatan lintas negara lainnya yang dapat mengancam stabilitas di kawasan.
Hasil dari pertemuan-pertemuan tersebut diharapkan bisa menjadi komponen langkah konkret yang bisa diambil ASEAN secara bersama untuk menjaga keamanan dan stabilitas di kawasan ini.
Kemudian, sengketa Laut Cina Selatan juga akan menjadi fokus pembahasan para menteri luar negeri ASEAN dengan Menlu RRC di Manila.
Pertemuan tingkat menlu tersebut diharapkan mampu menghasilkan kesepakatan terhadap kerangka Code of Conduct mengenai Laut Cina Selatan yang pembahasannya sempat mandek selama 15 tahun.
Perundingan Laut Cina Selatan berhasil diteruskan berkat upaya ASEAN merangkul Cina untuk duduk bersama guna meletakkan dasar yang kuat sebagai upaya pembahasan kerangka CoC pada pertemuan di Bali akhir Februari tahun ini kemudian dilanjutkan dengan pertemuan di Siem Reap, Kamboja pada akhir Maret dan Guiyang, Cina pada Mei.
“Ini adalah mandat dari para kepala negara anggota ASEAN dan Cina untuk menyelesaikan kerangka CoC pada pertengahan tahun ini,” kata Direktur Politik dan Keamanan ASEAN Kementerian Luar Negeri RI Chandra Widya Yuda.
Indonesia akan terus mendorong perundingan untuk menyelesaikan CoC secara final.
Komitmen yang kuat dari negara-negara anggota ASEAN dan Cina diharapkan bisa menyelesaikan draf kerangka CoC mengenai Laut Cina Selatan agar dapat diteruskan dalam pertemuan selanjutnya pada akhir Agustus nanti.
ASEAN Regional Forum kali ini akan juga kedatangan menteri luar negeri Korea Utara.
Filipina sebagai ketua ASEAN tahun ini akan mencari konsensus dari negara-negara Asia Tenggara tentang bagaimana menyikapi krisis di Semenanjung Korea.
Amerika Serikat telah meminta ASEAN untuk mengisolasi Pyongyang menyusul uji coba peluru kendali jarak jauh yang konon jarak luncurnya bisa sampai ke wilayah AS.
Namun demikian, pada forum ASEAN kali ini belum jelas apakah ASEAN akan mengambil langkah tegas terhadap Korea Utara atau bersikap tenang sembari mengimbau negara tersebut untuk mematuhi resolusi DK PBB.
Indonesia memandang bahwa kehadiran menlu Korea Utara di forum ASEAN menjadi momentum yang baik untuk membahas apa yang menjadi kekhawatiran bersama.
“Tentunya kita mendorong adanya penyelesaian damai terhadap situasi yang terjadi dan mendorong pihak-pihak yang terkait untuk dapat menahan diri,” kata Chandra.
Sebelumnya, Indonesia telah menyatakan langkah tegasnya terhadap ancaman senjata nuklir di kawasan pada pertemuan Komisi Traktat Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ) di Manila pada Kamis.
Dalam pertemuan yang mengawali rangkaian pertemuan menlu ASEAN tersebut, Menlu Retno Marsudi mendorong agar ASEAN meningkatkan intensitas komunikasi dengan negara-negara pemilik senjata nuklir.
“Aksesi negara-negara pemilik senjata nuklir terhadap Protokol Traktat SEANWFZ sangat penting untuk memastikan efektivitas traktat tersebut sekaligus memastikan 600 juta penduduk ASEAN terbebas dari ancaman senjata nuklir,” kata Menlu Retno di Manila seperti dikutip laman resmi Kementerian Luar Negeri RI.
Refleksi 50 tahun ASEAN Selain membahas isu keamanan internal dan eksternal di kawasan tersebut, Indonesia akan memanfaatkan forum ASEAN itu sebagai refleksi pencapaian ASEAN dan bagaimana proyeksi negara-negara di kawasan Asia Tenggara ke depannya.
“Tahun ini merupakan tahun perayaan 50 tahun berdirinya ASEAN. Dalam 50 tahun terakhir ASEAN telah berhasil menciptakan ekosistem perdamaian, stabilitas dan kemakmuran. Itu merupakan suatu keberhasilan kawasan ASEAN jika dibandingkan kawasan-kawasan lainnya,” kata Arrmanatha.
Untuk kedepannya, Indonesia akan mendorong bagaimana ASEAN bisa lebih memajukan kepentingannya semakin relevan dan bermanfaat serta mengakar dalam kehidupan rakyatnya, lanjut Arrmanatha.
Dalam hal tersebut misalnya bagaimana mendorong pembangunan ekonomi yang inklusif di kawasan ini.
Bagaimana ASEAN bisa menjawab peluang dan tantangan di berbagai bidang seperti lingkungan, bencana alam atau kemanusiaan, serta buruh migran.
Berbagai kerja sama tidak lagi dapat ditempatkan pada ruang hampa melainkan kesemuanya harus saling beririsan dan terkoneksi dengan harapan agar masyarakat ASEAN bisa lebih inklusif dan saling mengenal lebih baik.
Ekosistem yang damai di kawasan selama ini telah menjadi pendorong bagi negara-negara anggota ASEAN mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya.
Rangkaian kegiatan Forum Regional ASEAN tahun ini akan berakhir pada Selasa, 8 Agustus, bertepatan dengan tanggal berdirinya ASEAN, dan ditutup dengan suatu perayaan besar terkait ulang tahun emas ASEAN. (IwanY)