MOGADISHU, SERUJI.CO.ID – Sebanyak satu juta orang telah dipaksa meninggalkan rumah mereka tahun ini akibat konflik dan kemarau parah yang melanda beberapa wilayah Somalia, kata satu badan amal global pada Rabu (18/10).
Direktur Regional Dewan Pengungsi Norwegia (NRC) Gabriella Waaijman mengatakan orang Somalia yang terusir dari rumah mereka mencari makanan dan air terutama akibat kemarau parah.
“Kami terkejut dengan besarnya skala krisis ini,” kata Waaijman di dalam satu pernyataan yang dikeluarkan di Mogadishu, Somalia, sebagaimana dikutip Xinhua, Kamis (19/10).
“Rata-rata, sebanyak 3.500 orang per hari telah meninggalkan tempat tinggal mereka tahun ini untuk mencari makanan dan air agar mereka bisa bertahan hidup,” ujarnya.
Menurut dia, kemarau telah mencengkeram negara di Tanduk Afrika itu pada tahun ketiga secara berturut-turut.
“Kita menyaksikan pengungsian besar-besaran dari daerah pedesaan, kondisi yang tak terlihat sejak kelaparan mematikan pada 2011-2012 –yang menewaskan 260.000 orang,” kata Waaijman.
Badan amal yang dipimpin Waaijman mengatakan pedesaan yang kekeringan di seluruh Somalia telah berubah nyaris menjadi kota hantu, sementara panen gagal, ternak mati dan banyak keluarga menyelamatkan diri secara bergerombol setelah mereka kehabisan semua simpanan makanan mereka.
Pada September saja sebanyak 49.000 orang meninggalkan rumah mereka dan sebagian besar dari mereka pergi ke kamp yang sudah padat penghuni di daerah kota, tempat orang Somalia berbagi cerita mereka mengenai bagaimana mereka bertahan hidup.
NRC menanggapi krisis itu dengan bantuan uang kontan langsung buat keluarga yang menjadi korban kemarau, selain melancarkan program lain.
Waaijman mengatakan meskipun kemarau adalah penyebab utama pengungsian di Somalia tahun ini, penyebab lain meliputi konflik, kondisi tidak aman dan banjir.
“Kita harus terus memberikan tanggapan darurat guna mencegah kelaparan lain terjadi lagi di Somalia. Semua donor telah memberi sumbangan sangat besar bagi penanganan keadaan darurat ini, tapi lebih banyak dana diperlukan,” kata Waaijman.
“Perkiraan buat musim hujan mendatang tidak membesarkan hati. Ini akan mendorong lebih banyak orang ke jurang (bencana), sehingga upaya yang berlanjut diperlukan,” demikian peringatan Waaijman.
Krisis kemarau telah bertambah parah pada 2017. Separuh penduduk, lebih dari 6,2 juta orang, sekarang memerlukan bantuan kemanusiaan. Dengan banyak keluarga pindah untuk mencari makanan, 388.000 anak yang berusia di bawah lima tahun menderita gizi buruk akut. (Ant/SU02)