SURABAYA, SERUJI.CO.ID – Sekitar 40 orang pasien bibir sumbing yang seharusnya dapat mengikuti operasi gratis melalui program Smile Train, di Bengkulu, hari ini, Jumat (30/11), terancam batal dilaksanakan.
Pasalnya, dokter spesialis bedah yang akan melakukan operasi tersebut, Dr. drg. Masrial, SpBM saat ini ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di RSUD Arifin Ahmad, Pekanbaru.
“Yang di Bengkulu mudah-mudahan jadi, karena kemarin dari Bengkulu minta bapak yang menangani, tapi kan ditahan jadi diupayakan junior-juniornya, karena pasien terlanjur terkumpul dan hadir,” ujar istri Masrial, Dr. drg. Elita Rafni, SpProst, saat dihubungi SERUJI, Jumat (30/11).
Masrial adalah salah satu dokter spesialis bedah mulut terbaik yang dimiliki Riau. Berdasarkan keterangan Elita, suaminya yang saat ini sedang berada di balik sel tahanan merupakan dokter dengan segudang prestasi.
Baca juga: Berniat Bantu Pasien dan Rumah Sakit, Tiga Dokter Ini Malah Jadi Tahanan Jaksa
“Tahun 2017 mendapat penghargaan sebagai dokter sumbing terbaik saat Smile Train berlangsung. Tahun 2018 beliau juga mendapat penghargaan dari MURI sebagai dokter yang menangani operasi bibir sumbing terbanyak di Indonesia,” pungkasnya.
Sebagaimana yang telah diberitakan sebelumnya, tiga orang dokter spesialis yang bertugas di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru, ditahan Kejari Pekanbaru setelah menerima pelimpahan berkas dari penyidik Polresta Pekanbaru terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru.
Ketiga dokter tersebut adalah dr Welly Zulfikar SpB(K)KL, dr Kuswan Ambar Pamungkas, SpBP-RE dan Dr drg Masrial SpBM.
Baca juga: Sejawatnya Ditahan Kejaksaan, Mulai Hari Ini Dokter Bedah se Riau Mogok Operasi
Tak hanya tiga dokter tersebut, dua orang lain dari swasta yakni; Yuni Efrianti SKp selaku Direktur CV PMR dan karyawannya, Mukhlis, juga ditetapkan sebagai tersangka.
Kelima orang tersebut diduga melakukan perbuatan merugikan keuangan negara dengan taksiran kerugian oleh BPKP sebesar Rp 420 juta.
Kelimanya dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal (3), jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 20 tahun 2001, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Nia)