SERUJI.CO.ID – Pada dasarnya tren busana berakar dari gaya hidup manusia. Hal itu diungkapkan Tuty Adib, seorang perancang busana asal Solo yang karyanya telah terkenal hingga ke penjuru dunia.
“Kita lihat kehidupan manusia, kehidupan bermasyarakat bagaimana, semakin kesini tuntutannya seperti apa,” ujarnya saat ditemui SERUJI, hari ini (14/12).
Ambil saja contoh gaya hidup tahun 2018. Aktivitas orang cenderung lebih aktif dan dinamis, membuat busana simpel elegan menjadi incaran. Kembali lagi, ini semua karena era globalisasi yang menuntut segala hal dilakukan dengan cepat. Sehingga busana yang dikenakan pun semestinya mendukung pergerakan manusia yang dituntut serba cepat.
Berkaca dari hal tersebut, Tuty mengatakan, orang akan cenderung lebih menyukai gaya busana yang sederhana namun tetap terlihat keren. Seperti halnya tren hijab. Di tahun 2012 awal, orang lebih menyukai hijab tumpuk agar terlihat tampil beda. Namun sekarang, hijab simpel masih menjadi pilihan.
“Kalau sekarang orang cenderung sukanya jilbab simpel. Karena dulu hijabers masih mencari eksistensi, makanya hijabnya aneh-aneh dan berbeda. Sekarang rata-rata sudah percaya dengan diri sendiri, jadi pilih hijab yang simpel,” terangnya.
Tuty menyimpulkan, prediksi tahun tren busana di tahun 2019 nanti, sepertinya tidak jauh beda dengan tahun 2018. Busana yang simpel, sederhana dan membuat pemakainya nyaman, masih menjadi primadona.
“Cutting mungkin disesuaikan dengan bentuk tubuh orang, tidak bisa disamakan. Tapi orang bisa jadi cenderung memilih busana yang longgar, tidak ketat, sehingga membuat nyaman saat beraktivitas,” tuturnya.
Oleh karena itu, Tuty menambahkan, outer masih sangat laris diburu kaum hawa. Bahkan bisa jadi, orang akan banyak mengoleksi banyak outer ketimbang kemeja atau kaos.
“Bisa jadi dalamannya satu, tapi outernya bisa gonta ganti. Saat kerja pakai outer ini, pas ketemu teman pakai outer dengan model dan motif yang beda,” terangnya.
Sementara ini, kata Tuty, Indonesia belum punya kiblat pasti di dunia fashion. Sehingga tren busana masih mengacu pada Internasional terutama pada budaya Dior.
“Ini juga tantangan untuk orang Indonesia agar mampu menciptakan trendnya sendiri,” tutupnya. (Nia)