SERUJI.CO.ID – Semakin banyak berargumen, semakin banyak membuat kesalahan. Ini khas seseorang yang senang bicara, namun tak paham cara menarik kesimpulan yang sahih dan cara merespon yang benar.
Inilah kesan cepat saya membaca tulisan Remy Sylado: Denny JA Bagai Tupai Tergelincir. Seorang teman mengirimkan tulisan itu di Japri di waktu sahur, hari ini (Sabtu, 9/6/2108, red).
Mari saya tunjukkan secara sederhana mengapa Remy tak paham cara menarik kesimpulan yang sahih. Kini tambah lagi: Remy pun tak paham cara merespon yang benar.
-000-
Apa yang sebenarnya pokok perkara? Remy membuat dua kesimpulan mengenai kiprah Denny JA dalam dunia puisi. Kesimpulan yang ia buat cukup besar. Tapi keropos dasar argumennya.
Pertama: kesimpulan satu. Ujar Remy: Denny JA memperalat penyair dalam program puisi esai.
Saya bertanya: benarkah? Ada 240 penyair yang sudah menulis puisi esai, dan 40 buku puisi esai. Kini akan terbit lagi 34 buku puisi esai dari 34 provinsi. Kasus manakah yang Remy maksud? Sah atau tidak kah kasus itu ia generalisasi untuk semua kasus?
Apa jawab Remy? Dalam tulisannya kemudian, tidak ia ungkap dasar kasus yang ia jadikan sandaran untuk menarik kesimpulan. Tak pula ia uji, bisakah satu sampai katakanlah lima kasus yang ia jumpai dijadikan basis untuk 240 kasus penyair?
Yang Remy lakukan dalam tulisannya kemudian, Ia mengutip banyak sekali penghargaan yang ia terima. Mungkin Remypun tak sadar, apa relevansi penghargaan itu dengan bangunan argumen di atas?
Ia dituntut memberikan kasus yang ia jadikan dasar argumen. Ia menjawab dengan mengungkap penghargaan karya sastra. Apa hubungannya?
Kedua: Kesimpulan dua. Ujar Remy: kontrak kerja yang dilakukan Denny JA dalam program puisi esai membuat kualitas sastra jatuh.
Saya bertanya. Benarkah? Dunia industri seni termasuk sastra kini banyak yang mulai dengan kontrak kerja. Kasus manakah yang Remy gunakan untuk menunjang kesimpulannya? Bagaimana cara ia membuktikan kontrak menurunkan kualitas. Bisakah ia gunakan kasus itu untuk melakukan generalisasi?
Yang Remy lakukan dalam tulisan berikutnya tidak menjawab itu. Tidak ia paparkan kasus yang menunjukkan secara sahih bahwa benar kontrak kerja terbukti menurunkan kualitas sastra.
Yang ia lakukan, kembali mengutip banyak buku soal logika. Mungkin Remy tak lagi sadar. Apa relevansi buku yang ia kutip dengan konstruksi argumen yang ia buat?