JAKARTA – Mantan Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Komisi II DPR RI Abdul Malik Haramain mengaku tidak mengenal Andi Agustinus alias Andi Narogong dalam kasus proyek pengadaan KTP elektronik.
KPK memeriksa Abdul Malik Haramain sebagai saksi untuk tersangka Andi Narogong dalam penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-el).
“Saya memang ditanya beberapa pertanyaan. Pemeriksaan hari ini terkait tersangka Andi Narogong. Saya pastikan jawaban saya tidak pernah tahu, saya tidak pernah kenal, saya tidak pernah ikut rapat, saya tidak pernah ngobrol sama dia apalagi membahas masalah KTP-e, itu saja,” kata Abdul Malik sesuai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa (4/7), dilansir dari Antara
Namun, ia mengaku mengetahui soal kesepakatan terakhir dalam pembahasan anggaran proyek pengadaan KTP-el itu.
“Ya itu keputusan rapat, makanya saya hanya tahu rapat resmi yang dijadwal oleh Sekretariat Komisi II. Entah itu rapat di Komisi II di Senayan atau pun rapat di luar, semuanya rapat resmi. Saya tidak pernah ikut rapat di luar rapat resmi tersebut,” tuturnya.
Ia pun menyatakan tidak mengetahui terkait adanya distribusi uang proyek KTP-e dari Miryam S Haryani kepada sejumlah anggota DPR RI.
“Saya tidak tahu, saya tidak ngerti. Saya tahunya uang ini ke sini, uang ini ke situ setelah kasus ini dibuka. Sebelumnya saya tidak pernah tahu dan tidak paham,” kata Abdul Malik.
Ia juga menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menerima atau ditawarkan uang dalam proyek pengadaan KTP-el.
“Tidak pernah terima dan tidak pernah ditawarkan,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa program KTP-el memang dibutuhkan karena pada saat itu semua fraksi sepakat bahwa Indonesia butuh program kependudukan yang modern dan canggih.
“Waktu itu opsinya dan pilihannya KTP-el. Semua fraksi setuju bahkan pemerintah setuju. Saya tidak tahu persis dan seberapa detil untuk apa secara spesifik uang anggaran itu, saya tidak banyak tahu. Tetapi bahwa kemudian proyek atau program KTP-el menjadi kebutuhan bangsa Indonesia iya semua fraksi dan pemerintah setuju,” kata Abdul Malik.
Dalam dakwaan disebut bahwa Rindoko (F-Partai Gerindra), Nu’man Abdul Hakim (F-PPP), Abdul Malik Haramain (F-PKB), Djamal Aziz (F-Partai Hanura, dan Jazuli Juwaini (F-PKS) masing-masing selaku Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) di Komisi II DPR RI menerima masing-masing 37 ribu dolar AS terkait proyek KTP-el sebesar Rp 5,95 triliun ini.
Terdakwa dalam kasus ini adalah mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto.
Irman sendiri sudah dituntut 7 tahun penjara, sedangkan Sugiharto dituntut 5 tahun penjara.
KPK juga telah menetapkan pengusaha Andi Agustinus, mantan Anggota Komisi II DPR RI 2009-2014 Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani, dan anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golangan Karya Markus Nari sebagai tersangka dalam perkara tersebut.
Andi disangkakan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Sementara Miryam S Haryani disangkakan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sedangkan Markus Nari disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (IwanY)
Skrng ga kenal lah
Kemaren siapa tau…..lidah ta bertulang