MENU

Keputusan Trump Ungkap Kedok Asli AS

Seperti halnya konflik politik yang tidak kunjung usai di suatu wilayah, AS datang bak “dewa penolong”. Pada tanggal 11 s.d. 25 Juli 2000, Presiden AS Bill Clinton menjadi tuan rumah pertemuan antara Perdana Menteri Israel Ehud Barak dan Pemimpin Palestina Yasser Arafat di tempat peristirahatan presiden, Camp David, sekitar 100 kilometer dari Washington D.C. Tak ada kesepakatan dihasilkan dalam pertemuan itu, sementara Israel terus menjajah Palestina.

Kesungguhan AS dalam menyelesaikan konflik Palestina dan Israel sungguh patut dipertanyakan karena pada Sidang Dewan Keamanan PBB pada tanggal 23 Desember 2016 yang menghasilkan Resolusi 2334 mengenai Permukiman Israel di atas Wilayah Palestina, termasuk Yerusalem Timur, AS sebagai pemegang hak veto bersama Cina, Perancis, Rusia, dan Inggris memilih abstain.

Resolusi tersebut menyatakan bahwa aktivitas pembangunan permukiman Israel merupakan “pelanggaran mencolok” terhadap hukum internasional dan tidak memiliki legalitas hukum. Resolusi itu menuntut agar Israel menghentikan pembangunan dan memenuhi Konvensi Jenewa Ke-4.

Ketakberpihakan AS atas Palestina juga terbukti dari penetapan UU mengenai Kedutaan Besar Yerusalem yang disetujui pada Konggres Ke-104 pada tanggal 23 Oktober 1995. Undang-undang itu menyatakan pemindahan Kedubes AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem dilakukan tidak lebih dari 31 Mei 1999. Undang-undang itu juga menyatakan tentang pengupayaan untuk menahan 50 persen dana Departemen Luar Negeri khusus untuk “Akuisisi dan Pemeliharaan Bangunan di Luar Negeri” yang dialokasikan pada tahun anggaran 1999 sampai Kedutaan Besar Amerika Serikat di Yerusalem dibuka secara resmi.

Undang-undang itu bahkan menyebutkan Yerusalem harus tetap menjadi kota yang utuh dan diakui sebagai ibu kota Israel.

Dengan demikian, AS jelas tidak pernah punya agenda perdamaian di Timur Tengah. Para pemimpin AS sebelum Trump sebenarnya sudah mengantongi “mandat” untuk mendukung pendirian negara Israel di atas tanah dan air Palestina. Namun, tampaknya mereka ‘menunggu’ orang yang sesuai untuk terang-terangan melaksanakan keputusan konggres tersebut, dan Donald Trump adalah sosok yang dinantikan itu.

Menanggapi keputusan Trump, pemerintah Cina menyatakan bahwa kebijakan Amerika Serikat berpotensi memperuncing konflik kawasan di Timur Tengah.

“Semua pihak harus berbuat lebih banyak demi perdamaian di kawasan ini, mereka harus lebih berhati-hati, dan menghindari langkah-langkah yang bisa memicu kerusuhan baru di kawasan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Geng Shuang.

Meski tidak terlalu aktif dalam persoalan regional Timur Tengah, Cina sudah sejak lama menyatakan sikap bahwa Palestina harus bisa mendirikan negara merdeka.

Sementara itu, pada hari yang sama Trump keputusannya itu, Rusia mengaku khawatir konflik antara Israel dan Palestina akan makin parah akibat rencana pemindahan Kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER

Deddy Mizwar

Asmat, Suku Terkaya Indonesia?

5 Kelemahan Komunikasi Lewat Group Chat