JAKARTA – Peran Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) kembali disebut dalam surat tuntutan perkara dugaan tindak pidana korupsi KTP-Elektronik (KTP-el) dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Setnov disebut turut serta terlibat bersama enam orang lainnya, termasuk dua terdakwa, melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan KTP-el.
“Andi Agustinus alias Andi Narogong menawarkan kepada terdakwa I Irman dan terdakwa II Sugiharto ‘Kalau berkenan Pak Irman nanti bersama Pak Giarto akan saya pertemukan dengan Setya Novanto’ lalu terdakwa I tanya ‘buat apa?’ dijawab oleh Andi Agustinus ‘Masak nggak tahu Pak Irman? Ini kunci anggaran ini bukan di Ketua Komisi II, kuncinya di Setya Novanto’ dibalas oleh Terdakwa I ‘O..begitu’,” kata jaksa penuntut umum KPK Wawan Yunarwanto saat membacakan surat tuntutan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (22/6).
Menurut jaksa, menindaklanjuti kesepakatan itu, beberapa hari kemudian sekitar pukul 06.00 WIB di Hotel Gran Melia Jakarta para terdakwa bersama-sama dengan Andi Agustinus dan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraini bertemu dengan Setya Novanto. Dalam pertemuan itu Setya Novanto menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran proyek penerapan KTP-el.
“Guna mendapatkan kepastian mengenai dukungan Setya Novanto tersebut, beberapa hari kemudian Terdakwa I dan Andi Agustinus menemui Setya Novanto di ruang kerjanya di Lantai 12 Gedung DPR RI. Dalam pertemuan tersebut Terdakwa I dan Andi Agustinus meminta kepastian kesiapan anggaran untuk proyek penerapan KTP Elektronik. Atas pertanyaan tersebut, Setya Novanto mengatakan ‘Ini sedang kita koordinasikan, perkembangannya nanti hubungi Andi’,” ungkap jaksa.
Sehingga atas bantuan Setnov, konsorsium PNRI yang terdiri atas Perum PNRI, PT LEN Indusgtri, PT Quadra Solution, PT Sucofindo dan PT Sandipala Artha Putra dapat memenangkan proyek KTP-el dengan nilai kontrak Rp5,841 triliun.
Sampai 2 Agustus 2012, Sugiharto telah melakukan pembayaran tahap 1-3 pada tahun 2011 serta pembayaran tahap 1-2012 yang seluruhnya berjumlah Rp1,979 triliun.
Berdasarkan laporan Andi Agustinus dan Anang S Sudihardja kepada Sugiharto, sebagian uang yang diterima tersebut diberikan kepada Setya Novanto dan anggota DPR lainnya yang kemudian memicu perselisihan antara Andi Agustinus dengan Anang karena tidak bersedia memberikan uang lagi.
Atas perselisihan itu, Irman lalu memerintahkan Sugiharto mengadakan pertemuan dengan Andi Agustinus dan direktur utama PT Quadra Solution Anang S Sudihardjo di Senayan Trade Center guna mencari solusi atas perselisihan tersebut, namun keduanya tidak mencapai kesepakatan.
“Oleh karena itu Andi Agustinus marah sambil mengatakan ‘Kalau begini saya malu dengan SN (Setya Novanto), ke mana muka saya dibuang, kalau hanya sampai di sini sudah berhenti’,” ungkap jaksa.
Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum itu, jaksa berkesimpulan bahwa dengan adanya pertemuan antara para terdakwa, Andi Agustinus, Diah Anggraini dan Setya Novanto di hotel Gran Melia telah menunjukkan bahwa telah terjadi pertemuan kepentingan (meeting of interest) antara Andi Agustinus yang merupakan seorang pengusaha yang berkepentingan untuk dapat mengerjakan proyek, para terdakwa selaku birokrat pada Kemendagri yang bertugas melaksanakan pengadaan barang/jasa serta Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar yang mempunyai pengaruh dalam proses penganggaran pada Komisi II DPR RI, yang pada saat itu diketuai oleh Burhanuddin Napitupulu yang juga berasal dari fraksi Golkar.
Pertemuan tersebut, menurut jaksa, merupakan perbuatan permulaan untuk mewujudkan delik, karena pada dasarnya setiap orang yang hadir dalam pertemuan tersebut menyadari dan menginsyafi pertemuan tersebut bertentangan dengan hukum serta norma kepatutan dan kepantasan.
“Terlebih lagi pertemuan tersebut dilakukan diluar jam kerja yakni pukul 06.00 WIB serta adanya upaya yang dilakukan oleh Setya Novanto untuk menghilangkan fakta yakni dengan cara memerintahkan Diah Anggraini agar menyampaikan pesan kepada terdakwa I jika ditanya oleh penyidik KPK agar menjawab tidak mengenal Setya Novanto,” tegas jaksa.
Saat proyek ini bergulir pada 2011-2013, Novanto menjabat Ketua Fraksi Golkar di DPR. Pada persidangan 6 April 2017, Novanto membantah anggapan mengetahui dan terlibat dalam masalah yang ada dalam proyek KTP-el.
“Mengikuti laporan Komisi II DPR? Tahu tentang KTP-el?” tanya ketua majelis hakim Jhon Halasan Butarbutar.
“Tidak pernah, tidak pernah tahu, tidak mengetahui,” jawab Novanto.
“Ada hiruk-pikuk KTP-el karena ada pembagian uang dan sebagainya. Anda bagian dari orang yang kenal dari proyek ini? Sama sekali tidak pernah terima atau terkait uang proyek KTP-el?” tanya hakim Jhon lagi.
“Tidak ada,” jawab Novanto. (IwanY)
Lanjut
Ga cuma ahok yg beda
Ada lg…dan mungkin msh bnyk
Elus(dada) apa ya?
Semua sama dimata hukum(dulu)
apa susahnya ditangkap?….barang bukti dan saksi sdh ada…