YANGON – China mendukung gerakan militer Myanmar dalam memburu gerilyawan Muslim Rohingya. Gerakan militer tersebut sejauh ini memaksa hampir 400.000 warga Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar, mengungsi ke Bangladesh.
Tindakan keras itu dilakukan setelah sejumlah gerilyawan menyerang puluhan pos polisi dan sebuah pangkalan tentara pada 25 Agustus 2017.
“Sikap China terhadap serangan ‘teroris’ di Rakhine sudah jelas. Itu adalah urusan dalam negeri,” kata surat kabar milik negara Myanmar, “Global New Light”, pada Kamis (14/9) mengutip keterangan duta besar China, Hong Liang.
“Serangan balasan pasukan keamanan Myanmar terhadap para teroris dan langkah pemerintah untuk membantu masyarakat, disambut baik,” kata “Global New Light”.
China bersaing dengan Amerika Serikat untuk mendapatkan pengaruh di Myanmar, yang pada 2011 memulai peralihan demokratik setelah 50 tahun dikuasai militer.
Pada awal pekan ini, pemerintah Amerika Serikat mendesak Myanmar untuk melindungi warga sipil.
Kekerasan di negara bagian Rakhine dan eksodus pengungsi kini menjadi persoalan utama bagi penerima Hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi yang saat ini menjadi pemimpin nasional.
Banyak pihak mendesak agar hadiah nobel itu dicabut karena menilai Suu Kyi telah membiarkan apa yang disebut oleh badan HAM PBB sebagai “contoh umum pembersihan etnis.” Pada Rabu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak Myanmar untuk mengakhiri kekerasan dan menyebut situasi di negara itu sebagai pembersihan etnis.
“Saat sepertiga warga Rohingya harus meninggalkan negaranya, apa lagi kata paling pas untuk menggambarkannya selain pembersihan suku?” kata Guterres dalam jumpa pers di New York.
Kalaupun ada teroris kenapa anak2, perempuan atau warga sipil yg jadi korban??? Otak komunis selalu tdk bs berpikir lurus
Komunis n Biksu Mabok senapas perjuangan
Udah ketebak. Indonesia tinggal tunggu giliran