Sementara itu sejumlah pengelola hotel, restoran dan ritel yang hadir menyampaikan aspirasinya dalam forum yang dihadiri Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto serta sejumlah kepala dinas terkait.
Darto dari Hotel Aston BNR menyebutkan 70 persen penyewa hotel berasal dari kalangan instansi pemerintah, hanya beberapa persen saja yang keluarga. Penegakkan Perda KTR belum bisa 100 persen, karena beberapa kesulitan yang diharapinya.
“Untuk menerapkan 100 persen rasanya tidak mungkin, karena area kamar sulit diawasi, belum lagi hotel kami luasnya 3,4 hektare dan aksesnya terbuka. Sehingga beberapa titik di area hotel digunakan untuk merokok oleh penyewa,” katanya.
Ia mencontohkan Australia tidak melarang merokok tidak juga menyediakan ruangan merokok, hanya ada jarak antara restoran atau hotel dengan tempat merokok. Sehingga pengunjung atau penyewa masih bisa merokok di area tersebut.
Sementara itu perwakilan dari Hotel Royal Pajajaran mengeluhkan pelanggaran merokok masih dilakukan oleh penyewa kamar baik masyarakat umum maupun dari instansi pemerintahan. Pihaknya juga beberapa kali terlibat percekcokan dengan penyewa yang tidak mengerti aturan Perda KTR.
“Kami minta ada petugas dari pemerintah yang turun apabila ada konflik seperti ini dengan penyewa kami bisa hadirkan pemerintah, agar konsumen juga sadar,” katanya.
Wahyu Wijaya selaku Duti Officer Ada Swalayan meminta ketegasan Pemerintah Kota Bogor untuk merata dalam memberlakukan larangan displai rokok. Sehingga semua ritel ikut mengimplementasikan peraturan tersebut.
“Kami sudah berlakukan aturan KTR tersebut, sudah tidak lagi mendisplai rokok. Tetapi dari distributor kami menyebutkan di ritel ini, di situ masih boleh mendisplai, jadi disamaratakan semuanya, jangan ada yang dilarang, tapi yang lain dibiarkan,” kata Wahyu. (Ant/SU02)
Mantap Pak @BimaAryaS, semoga sistem reward & punishment nya jalan juga