MENU

Diantara Kekurangannya, Pak Harto Juga Memiliki Jasa Besar Yang Tak Dapat Dipungkiri

Oleh: Ferry Koto *)

Ferry Koto

SERUJI.CO.ID – Saya berasal dari keluarga sangat miskin. Ayah dan Ibu saya merantau dari Bukittinggi ke Dumai, Riau awal tahun 70-an, karena melihat peluang hidup lebih baik dengan dibangunnya Kilang Putri Tujuh di Dumai.

Kilang Putri Tujuh Dumai dibangun pemerintahan Presiden ke-2 RI HM Soeharto (Pak Harto), sebagai bagian kembali mengangkat ekonomi Indonesia, setelah di era Presiden ke-1 RI Ir Soekarno (Bung Karno) ekonomi Indonesi jatuh ke titik terburuk sepanjang sejarah dengan terjadinya hyperinflasi.

Masa Bung Karno rakyat kelaparan, dan kesusahan dimana-mana. Termasuk keluarga saya. Sementara istana nyaris lupa ada rakyat yang harus diopeni, disejahterakan sebagai amanat konstitusi. Makanya era Bung Karno banyak terjadi pemberontakan di daerah ingin lepas dari kekuasaan Jakarta.

—-

Saya tahu, karena saya mahasiswa di era jelang kejatuhan Presiden Soeharto, bahwa pemerintahan Soeharto tidak lah pemerintahan yang sepenuhnya tanpa cela. Tiap mantan aktivis di era Pak Harto, pastilah paham hal ini. Merasakan juga.

Namun, saya juga tidak bisa menutup mata, bahwa ada jasa besar yang diberikan Pak Harto pada negara, dan rakyat Indonesia selama berkuasa. Termasuk ke saya.

Saya yang anak dari keluarga miskin, ayah hanya seorang supir taksi, ibu yang ditengah kemiskinan merawat dan membesarkan 6 orang anaknya dan kemanakan-kemanakannya (ayah saya datuk, ibu pemegang pusako tinggi), berkat kebijakan-kebijakan di era Pak Harto, akhirnya bisa sekolah hingga jadi sarjana.

Kakak, adik dan kemanakan orang tua saya, semua mampu keluar dari kemiskinan, jadi sarjana. Berkarir dari Guru Besar, Hakim, sampai pebisnis. Sesuatu yang tidak kami bayangkan pada masa kecil, karena demikian miskinnya.

——-

Dulu, era Pak Harto, saya tak pernah memikirkan biaya sekolah. Di SD saya hanya andalkan otak, alhamdulillah selalu ranking juara umum (se-sekolah), sehingga acap dapat hadiah, dari buku hingga koper sekolah (koper merk Presiden).

Walau masa itu, lihat aple yang dijual penjual buah-buahan adalah makanan mewah yang tak akan pernah bisa kami beli, tapi era Pak Harto walau kami demikian miskin harga kebutuhan pokok masih sangat bisa dijangkau. Tak pernah kami lapar saat berangkat ke sekolah. Padahal masa itu tak ada yang namanya Bansos dan PKH seperti era ini.

Masa itu, kemiskinan tak halangi kami dari keluarga miskin bercita-cita tinggi. Kuncinya pendidikan. Dan untunglah pemerintahan pak Harto masa itu punya pikiran yang sama.

Rakyat yang banyak miskin akibat kebijakan pemerintahan sebelumnya, coba diangkat dengan memperluas kesempatan sekolah. Berdiri sekolah-sekolah Inpres dimana-mana. Perguruan Tinggi bertumbuhan.

Dan hebatnya, bersekolah hingga kuliah itu tak membuat anak dari keluarga miskin tak mampu membayar biaya pendidikan, saking murahnya. Saya masih ingat, awal kuliah di ITS bayar SPP hanya Rp75ribuan, sampai terakhir mau lulus naik ke Rp125.000. Sebelum di ITS, waktu diterima di ITB pun SPP yang saya dapatkan hanya Rp100ribuan (lupa persisnya).

Jauh sebelum saya kuliah, kakak yang paling besar di keluarga kami (anak kakak ibu), hanya bayar kuliah Rp25.000-Rp50.000 per semester. Sekarang, dia sudah jadi Guru Besar, geleng-geleng kepala melihat mahalnya UKT di PTN kita yang harus dibayar mahasiswanya.

Biaya tak halangi orang miskin untuk kuliah di era Pak Harto. Apalagi saya selama kuliah juga dapat beasiswa Supersemar. Alhamdulillah, lumayanlah, dari biasa makan tempe dua dimesi di Asrama ITS, bisa juga sesekali beli nasi Padang atau makan di warung-warung di Gebang dan Keputih.

Itu sekelumit, jasa-jasa pak Harto pada saya, dan saya yakin jasa ini juga dirasakan aktivis yang lain. Yang berangkat dari keluarga miskin, kemudian bisa menempuh pendidikan tinggi, jadi aktivis dan lepas dari kemiskinan.

Terakhir, menjadikan pak Harto sebagai pahlawan, Bung Karno sebagai pahlawan, hemat saya, bukan berarti saat berkuasa mereka tanpa cela. Kita ingat jasa-jasa besar mereka, tanpa perlu menghapus catatan ada masa saat mereka berkuasa melakukan kekhilafan dan kesalahan.

Semoga segala hal baik dan yang tidak baik dilakukan para pemimpin di masa lalu, jadi pembelajaran bagi generasi saat ini dan masa mendatang.

 


*) Aktivis 1990an, Pengurus SM-ITS 1994, Aktivis HMI Komisariat ITS, Pemerhati Kebijakan Publik, Dewan Pendidikan Surabaya 2015-2020, Pengurus IKA ITS 2011-2015, Inisiator Forum Pendidikan Jawa Timur, Ketua Komite Tetap Koperasi Kadin Surabaya.

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER